Senin, 15 Agustus 2011

ASUHAN KEPERAWATAN THYPOID FEVER

I. PENGERTIAN
Thypoid fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
download aja selengkapnya di:

http://www.ziddu.com/download/16060251/ASKEPKUTHYPOID.doc.html

Sabtu, 09 Juli 2011

JAMAICANSOUL



Ini dia para personil JAMAICANSOUL yaang makin eksis di Dunia Musik tanah air..mengusung genre Reggae..hmmm..pastinya semakin memeriahkan musik di tanah air..Soulfriends Klaten sebagai Fans tentu bangga pada mereka dan SFK(soulfriends klaten) takkan pernah berhenti memberikan dukungan pada JAMAICANSOUL...untuk SOULFRIENDS INDONESIA selamatkan bumi-mari menanam dan berbagi-bagi cinta dengan sesama..thanks

Jumat, 27 Mei 2011

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) / DENGUE HEMORAGIK FEVER (DHF)

A.Pengertian
Demam Dengue (DD) adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi berikut : nyeri kepala, nyeri perut, mual, muntah, nyeri retro orbital, myalgia, atralgia, ruam kulit, hepatomegali, manifestasi perdarahan, dan lekopenia. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah kasus Demam Dengue dengan kecenderungan perdarahan dan manifestasi kebocoran plasma.
Sindrom Syok Dengue (SSD)/ Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus Demam Berdarah Dengue disertai dengan manifestasi kegagalan sirkulasi / syok / renjatan).
LINK DOWNLOAD SELENGKAPNYA:
http://www.ziddu.com/download/15148682/SAKDBD.rtf.html

Sabtu, 14 Mei 2011

Jampersal Menyasar Semua Wanita Hamil Jatah Klaten Rp 4 Miliar

KLATEN – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten alokasikan Rp 4 miliar untuk melayani persalinan wanita hamil dan melahirkan di wilayah Kabupaten Klaten. Alokasi dana bantuan ini diwujudkan dalam bentuk Jaminan Persalinan (Jampersal) yang menyasar pada seluruh lapisan warga masyarakat. Jampersal sendiri merupakan program pemeriksaan kehamilan (antenatal), persalinan dan pemeriksaan masa nifas.
“Layanan ini ditujukan untuk semua wanita hamil dan melahirkan dari semua golongan dengan catatan mereka mau menerima fasilitas dari Jampersal (pelayanan kelas 3),” terang Kepala Dinkes Klaten Ronny Roekmito, saat ditemui di kantornya, Kamis (12/5).
Menurut Ronny, tidak ada pengecualian pelayanan dalam Jampersal ini. Semua wanita hamil dan melahirkan dari golongan mampu ataupun tidak mampu berhak menikmati fasilitas ini selama mereka bersedia menerima fasilitas yang ditawarkan, berupa pelayanan persalinan kelas 3.
Pelayanan Jampersal dibagi menjadi dua tingkat, tingkat pertama dan tingkat lanjutan. Pada pelayanan tingkat pertama atau pelayanan dasar, bekerja sama dengan Polindes, Poskesdes dan bidan praktek swasta. Sementara Jampersal tingkat kedua yaitu Jampersal tingkat lanjut yang menggandeng rumah sakit baik swasta maupun negeri sebagai mitra.
“Untuk Klaten, Jampersal tingkat lanjut justru sudah diberlakukan sejak 2 minggu yang lalu pada minggu terakhir bulan April dengan menggandeng RSI dan RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro,” terang Ronny. Sedangkan untuk Jampersal tingkat dasar baru akan dijalankan mulai 23 Mei mendatang karena harus didahului dengan sosialisasi kepada 450-an bidan yang ada di Klaten secara berkelompok terkait Jampersal.
Diterangkan Ronny, setiap wanita hamil berhak mendapatkan pelayanan 4 kali pemeriksaan kehamilan sebanyak 4 kali, yaitu sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga. Dengan biaya Rp 10 ribu setiap kali pemeriksaan. Sementara itu, pada persalinan dipatok biaya Rp 350 ribu untuk Jampersal tingkat pertama.
Selain itu juga masih ada tiga kali pemeriksaan pasca melahirkan dengan alokasi biaya Rp 10 ribu. “Sedangkan pada kasus-kasus tertentu yang bukan proses persalinan normal, pasien akan kita rujuk ke rumah sakit yang menjadi mitra kita,” terang Ronny.
Terpisah, pihak RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro melalui Humas RSUP Petrus Tri Joko mengaku sudah ada pasien yang mendapatkan pelayanan Jampersal di RSUP terhitung sejak 20 April lalu. Hanya saja dirinya belum bisa mengatakan berapa jumlah biaya yang dialokasikan. (yas)

Dalam rangka memperingati International Nurses Day (IND) 2011 yang jatuh pada tanggal 12 Mei mendatang, PPNI Jawa Tengah ikut memeriahkan dengan mengadakan berbagai acara. Tema IND 2011 Jawa Tengah adalah Positive Practice Enviroinment dengan motto Perawat Jawa Tengah “be positive Nurse”

Salah satu acara yang diselenggarakan PPNI Jawa Tengah dalam rangka menyambut Hari Perawat Sedunia (International Nurses Day) 2011 adalah Pendidikan Kesehatan serempak “Sex Education” di SMP – SMP seluruh Jawa tengah. Untuk mensukseskan acara tersebut Maka PPNI Kota Tegal mengadakan penyuluhan kesehatan tentang kesehatan reproduksi, IMS, HIV/AIDS dan Napza secara serentak di SMP – SMP yang ada di kota Tegal. Para pembicara berasal dari Dosen Akper Pemkot Tegal, Perawat RSUD Kardinah Tegal, Perawat Puskesmas Margadana, Perawat BP4 Paru dan Perawat RSU Mitra Keluarga Tegal. Acara serempak dimulai pukul 09.00 WIB dan diahiri pada Pukul 11.00 WIB.

Akper Pemkot Tegal mendapat jatah 2 tim yang masing – masing tim terdiri dari 3 orang edukator. Antusiasme pelajar terlihat jelas saat para dosen-dosen Akper Pemkot Tegal memberikan pendidikan kesehatan di UPTD SMPN 8 Kota Tegal, tidak hanya siswanya saja yang semangat dan menikmati suguhan materi, tetapi para guru – guru juga terlihat sangat menikmati sekali selama di berikan pendidikan kesehatan. Karena penyampaian yang sangat menarik maka banyak sekali pertanyaan – pertanyaan yang dilontarkan siswa – siswi dan para guru SMPN 8. Pendidikan Kesehatan tentang Sex Education ini akan tercatat sebagai rekor baru di Musium Rekord Indonesia (MURI) sebagai Pendidikan Kesehatan dengan Peserta Terbanyak, Karena dilakukan secara serentak di SMP pada waktu yang sama diseluruh Kota dan Kabupaten yang ada di Jawa Tengah.

Tidak hanya acara pendidikan kesehatan serempak: sex education yang meriah dan memecahkan rekor baru MURI, tetapi acara – acara yang lain juga berlangsung sangat meriah seperti : lomba cerdas cermat, pertemuan ilmiah/semiar/penyuluhan massal, lomba proposal penelitian keperawatan, lomba perawat kompeten, lomba paduan suara, cipta lagu jingle, Debat contest, PSN di kantong demam berdarah, peduli anak jalanan/rumah singgah, serta charity: donor darah. Sebagai acara puncaknya adalah apel besar yang berisi pula tentang pengumuman lomba, ikrar perawat, pemberian penghargaan, dilanjutkan dengan peletakan batu pertama Nursing center.

Rabu, 11 Mei 2011

PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN

BAB I
KESEHATAN LINGKUNGAN

1. PENDAHULUAN, PENGERTIAN, TUJUAN
a. PENDAHULUAN
Keadaan lingkungan baik fisik dan biologis pemukiman penduduk Indonesia belum baik, baru sebagian kecil penduduk yang menikmati air bersih dari fasilitas penyehatan lingkungan. Hal ini berakibat masih tingginya angka kesakitan dan kematian karena berbagai penyakit. Peningkatan kesehatan lingkungan dimaksudkan untuk perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan, melalui kegiatan peningkatan sanitasi dasar serta pencegahan dan penanggulangan kondisi fisik dan biologis yang tidak baik, termasuk berbagai akibat sampingan pembangunan. Semua kegiatan penyehatan lingkungan dan pemukiman yang dilakukan oleh staf puskesmas, sebaiknya dilaksanakan dengan mengikutsertakan masyarakat secara bergotong-royong.
b. PENGERTIAN
Upaya penyehatan lingkungan pemukiman adalah upaya untuk meningkatkan kesehatan lingkungan pemukiman melalui upaya sanitasi dasar, pengawasan mutu lingkungan dan tempat umum, termasuk pengendalian pencemaran lingkungan dengan meningkatkan peran serta masyarakat dan keterpaduan pengelolaan lingkungan melalui analisis dampak lingkungan.
c. TUJUAN
1) UMUM:
Kegiatan peningkatan kesehatan lingkungan dan pemukiman bertujuan berubahnya, terkendalinya atau hilangnya semua unsur fisik dan lingkungan yang terdapat di masyarakat, yang dapat memberi pengaruh jelek terhadap kesehatan mereka.
2) KHUSUS:
a) Meningkatkan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin masyarakat mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
b) Terwujudnya kesadaran dan keikut sertaan masyarakat, dan sektor lain yang berkaitan serta bertanggung jawab atas upaya peningkatan dan pelestarian lingkungan hidup.
c) Terlaksananya peraturan perundang, tentang penyehatan lingkungan dan pemukiman yang berlaku.
d) Terselenggaranya pendidikan kesehatan guna menunjang kegiatan dalam peningkatan kesehatan lingkungan dan pemukiman.
e) Terlaksananya pengawasan secara teratur pada sarana sanitasi pemukiman, kelompok masyarakat, tempat pembuatan/penjualan makanan, perusahaan dan tempat-tempat umum.

BAB II
URAIAN PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN
PUSKESMAS KALIKOTES

1. Uraian Program Puskesmas Tentang Situasi Dan Kondisi di Puskesmas:
a. Masalah kesehatan masyarakat diwilayah Puskesmas
1) Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan lingkungan
2) Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya atau dampak kesehatan lingkungan
b. Target dan sasaran :
1) Target :
Target pencapaian dan pemantauan kesehatan lingkungan di wilayah puskesmas Kalikotes
• Rumah: 33%
• TTU: 100%
• TPM: 100%
• TP3:100%
2) Sasaran :
Seluruh masyarakat di wilayah Kerja Puskesmas Kalikotes
c. Strategi :
Strategi yang dilakukan oleh petugas kesehatan lingkungan yaitu :
1) Membuka pelayanan klinik sanitasi setiap hari pada jam kerja
2) Kunjungan ke wilayah kerja puskasmas se kecamatan kalikotes
3) Membentuk JUMANTIK
d. Kegiatan:
Berbagai hal tentang Kesehatan Lingkungan yang dilaksanakan di Puskesmas Kalikotes antara lain:
1) Melakukan pendataan
2) Memberikan pelayanan Kesehatan Lingkungan pada masyarakat:
3) Melakukan penyuluhan kesemua desa sewilayah Kalikotes.
e. Peran serta masyarakat:
1) Kader kesehatan sebagai pelaku JUMANTIK
2) Masyarakat melakukan kegiatan gotong royong rutin
3) Masyarakat melakukan kegiatan jumat bersih atau minggu bersih
f. Lintas Sektor atau Program:
1) Lintas sektor:
a) Dinas Kesehatan
b) Pemerintahan Desa
c) PKK
2) Lintas program:
1) Petugas Kesehatan Lingkungan Puskesmas
2) Bidan desa
3) Penyuluhan kesehatan lingkungan
g. Sasaran:
Seluruh warga kalikotes
h. Implementasi:
a) Hambatan:
1) partisipasi masyarakat kurang
2) tidak ada stimulasi dana untuk tenaga kader
b) Pendukung:
1) Petugas Puskesmas
2) Instrumen Kesehatan Lingkungan
• Leafleat
• Bookleat
• Poster
i. Evaluasi:
a) Hasil:
terlampir
DATA DASAR KEGIATAN PKL PUSKESMAS KALIKOTES

NO DESA KEPENDUDUKAN JUMLAH SARANA SANITASI DASAR
Jml Penduduk Rumah KK Dukuh RT/RW SGL SPT PMA Ledeng PAH JAGA SPAL TTU TP3M TP3 IMR IND0ST
1 Gemblegan 5.752 1185 1159 13 30/10 564 20 0 0 0 415 417 14 0 0 0 0
2 Jogosetran 4.364 804 979 16 34/12 441 15 0 0 0 434 440 11 0 0 0 0
3 Tambongwetan 3.822 578 846 11 26/8 367 20 0 0 0 264 269 7 0 0 0 0
4 Krajan 2.933 606 602 10 25/10 292 5 0 0 0 253 259 7 0 0 0 0
5 Kalikotes 4.132 822 786 12 27/8 413 20 0 0 0 391 398 14 0 0 0 0
6 Ngemplak 3.595 718 785 9 16/6 256 10 0 0 1 215 220 11 0 0 2 0
7 Jimbung 12.820 2054 2188 33 105/27 1756 30 0 0 0 598 608 32 0 0 0 0
JUMLAH 37688 6867 6345 104 263/81 4083 120 0 0 1 2570 2611 96 0 0 2 0

DATA SARANA AIR MINUM DAN SANITASI DI DESA
PUSKESMAS KALIKOTES

NO DESA JML.KK JML.RUMAH JML.SUMUR JML.WC JML.SPAL JML.TEMPAT SAMPAH KET
1 01 1.624 1.628 1.079 1.608 1.608 1.621
2 02 1.063 1.017 916 844 724 757
3 03 1.002 975 828 799 805 8
4 04 804 803 768 647 763 823
5 05 1.164 1.018 718 850 71 287
6 06 880 835 775 686 763 734
7 07 2.768 2.467 1.383 1.301 721 972
JUMLAH 9.305 8.743 6.467 6.735 5.455 5.202


b) Kekurangan:
Masyarakat masih banyak yang belum menyadari arti pentingnya kesehatan lingkungan
c) Kelemahan:
• Kurangnya tenaga pekerja kesehatan lingkungan
• Kurangnya anggaran
2. Analisa permasalahan/kesenjangan pada program tersebut:
a. Kesehatan lingkungan belum menjadi prioritas masalah bagi masyarakat
b. Kurangnya kesadaran masyarakat
3. Alternatif pemecahan masalah untuk mengatasi kesenjangan:
a. Memprioritaskan masalah bagi masyarakat
b. Menumbuhkan rasa kesadaran mayarakat
c. Pemberian pelayanan kepada masyarakat lebih optimal
d. Kerjasama lintas sektor lebih ditingkatkan
e. Penambahan tenaga
f. Pemberian dana

Sabtu, 23 April 2011

PENYULUHAN REMAJA DI DUKUH GOPATEN

Alhamdulillah ... penyuluhan Remaja di Dukuh Gopaten Berjalan lancar..next acara padat merayap .. semangat kawan2ku..

Rabu, 30 Maret 2011

LAPORAN PENDAHULUAN TUMBUH KEMBANG ANAK

A. PENGERTIAN
Tumbuh adalah proses bertambahnya ukuran/dimensi akibat penambahan jumlah atau ukuran sel dan jaringan interseluler.
Kembang/perkembangan adalah proses pematangan/maturasi fungsi organ tubuh termasuk berkembangnya kemampuan mental intelegensia serta perlakuan anak.

B. JENIS TUMBUH KEMBANG
1. Tumbuh kembang fisis meliputi perubahan dalam bentuk besar dan fungsi organisme individu.
2. Tumbuh kembang intelektual berkaitan dengan kepandaian berkomunikasi dan kemampuan menangani materi yang bersifat abstrak dan simbolik seperti berbicara,bermain,berhitung dan membaca.
3. Tumbuh kembang social emosional bergantung kemampuan bayi untuk membentuk ikatan batin,berkasih saying,menangani kegelisahan akibat suatu frustasi dan mengelola rangsangan agresif.

C. FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TUMBUH KEMBANG
1. Faktor Genetik
2. Faktor herediter konstitusional
3. Faktor lingkungan
Lingkungan ini meliputi aspek fisikobiopsikososial yang dapat berupa :
a.Orang tua : hidup rukun dan harmonis,persiaan jasmani,mental,social yang matang pada saat membina keluarga,mempunyai tingkat ekonomo/kesejahteraan yang cukup,cukup waktu untuk memperhatikan,membimbing dan mendidik anak
b.Pelayanan KIA dan KB yang cukup untuk perlindungan kesehatan Ibu dan Anak dengan jaringan dan fasilitas yang memadai dalam tenaga,peralatan,anggaran dan mencakup seluruh populasi.
c.Didaerah perkotaan m,aupun pedesaan diciptakan keadaan yang cukup baik dalam segi-segi : kesehatan,geografis,demografis,social ekonomi.
d.Pendidikan di rumah,sekolah, diluar sekolah dan rumah untuk pembinaan perkembangan emosi, social, moral, etika, tanggung jawab,pengetahuan, ketrampilan dan kepribadian.

D. TAHAP TAHAP TUMBUH KEMBANG
Proses tumbuh kembang dimulai sejak sel telur dibuahi dan akan berlangsung sampai dewasa.
a. Tahap prenatal
 Masa embrio : mulai konsepsi – 8 minggu
 Masa tengah fetus : 9 minggu – 24 minggu
 Masa fetus lanjut : 24 minggu – lahir
b. Tahap postnatal
• Masa neonatal : lahir – 1 bulan
Masa bayi awal : 1 bulan – 1 tahun
• Masa bayi lanjut : 1 tahun – 2 tahun
c. Masa anak (wanita : 2-10 tahun, laki-laki : 2-12 tahun) :
 Masa prasekolah : 2 – 6 tahun
 Masa sekolah : wanita 6 – 10 tahun,laki-laki 6 – 12 tahun
d. Masa remaja (adolesen) : wanita 10-18 tahun, laki-laki 12-20 tahun
 Pra pubertas : wanita 10-12 tahun,laki-laki 10-14 tahun
 Pubertas : wanita 12-14 tahun,laki-laki 14-15 tahun
 Post pubertas :wanita 14-18 tahun,laki-laki 16-20 tahun

E. SKRINING DAN PENGAWASAN TUMBUH KEMBANG
Pengawasan tumbuh kembang anak dilakukan secara kontinue dengan pencatatan yang baik dimulai sejak dalam kandungan (Ante Natal Care) secara teratur dan pengawasan terutama anak balita.
 Untuk pertumbuhan anak dengan pengukuran BB dan TB menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS).
 Untuk perkembangan anak dengan menggunakan DDST (Denver Development Screening Test).

Sedangkan tahap-tahap penilaian perkembangan anak yaitu :
 Anamnesis
 Skrining gangguan perkembangan anak
 Evaluasi penglihatan dan pendengaran anak
 Evaluasi bicara dan bahasa anak
 Pemeriksaan fisik

F. TEORI PERKEMBANGAN MENURUT SIGMUND FREUD
1.Fase Oral : 0 – 1 tahun
Keuntungan : Kepuasaan/kebahagian terletak pada mulut
Mengisap,menelan,memainkan bibir,makan,kenyang dan tidur.
Kerugian : menggigit,mengeluarkan air liur,marah,menangis jika tidak terpenuhi.
2.Fase Anal : 1 – 3 tahun
Keuntungan : belajar mengontrol pengeluran BAB dan BAK,senang melakukan sendiri
Kerugian : jika tidak dapat melakukan dengan baik.
3.Fase Phalic : 3 – 6 tahun
• Dekat dengan orang tua lawan jenis
• Bersaing dengan orang tua sejenis
4.Fase latent : 6 – 12 tahun
• Orientasi social keluar rumah
• Pertumbuhan intelektual dan social
• Banyak teman dan punya group
• Impuls agresivitas lebih terkontrol
5.Fase genital
• Pemustan seksual pada genital
• Penentuan identitas
• Belajar tidak tergantung pada orang tua
• Bertanggung jawab pada diri sendiri
• Intim dengan lawan jenis.
Keuntungan : bergroup
Kerugian : konflik diri,ambivalen.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Review kembali catatan medik masalah kesehatan yang berkaitan dengan gangguan pada perkembangan anak
2. Kaji pengetahuan keluarga akan penyakit/masalah yag berkaitan dengan gangguan tumbang anak
3. Tentukan perkembangan anak sesuai umurnya (dengan DDST)
4. Kaji kemampuan fungsional anak yang meliputi kemampuannya dalam makan,mandi,berpakaian,berjalan,memecahkan masalah dan berkomunikasi.
5. Kaji persepsi orang tua kan tingkat perkembangan anak dan pengharapan mereka terhadap anaknya.
6. Kaji tentang hubungan orang tua denagan anak
7. Kaji sumber-sumber yang mendukung seperti tingkat perekonomian keluarga dll yang dapat mendukung perkembangan anak.

B. DIAGNOSE KEPERAWATAN
1. Ketidakmampuan penyesuaian berhubungan dengan kelahiran/diagnosis gangguan perkembangan anak.
2. Perubahan kemampuan peran orang tua berhubungan dengan kesulitan memenuhi dan mengasuh anak.
3. Ketidakefektifan kemampuan anak dalam pola makan b.d ketidakmampuan lidah,kelumpuhan otot dan kelemahan menelan.
4. Perubahan tumbang b.d ketidakmampuan
5. Isolasi social b.d kelainan perkembangan
6. Resiko cedera b.d perkembangan (sesuai dgn tingkat usia perkembangan anak).






















DAFTAR PUSTAKA

Wong DL, 1995, Nursing Care Of Infant and Children Fifth Edition,Mosby Year Book,Philadelpia USA.

Mansjoer A, 1999,kapita selekta Kedokteran Jilid II,media Aesculapius FK UI Jakarta

Potter and Perry,1993,Fundamental Of Nursing, Mosby Year Book,Philadelpia USA.

Short JR, 1994 Penyakit anak Jilid 2,Bina Aksara,Jakarta

Minggu, 20 Maret 2011

Faktor Risiko Terjadinya Hipertensi


Penyakit darah tinggi yang lebih dikenal sebagai hipertensi merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari semua kalangan masyarakat, mengingat dampak yang ditimbulkannya baik jangka pendek maupun jangka panjang sehingga membutuhkan penanggulangan jangka panjang yang menyeluruh dan terpadu. Penyakit hipertensi menimbulkan angka morbiditas (kesakitan) dan mortalitasnya (kematian) yang
tinggi. Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Berbagai penelitian telah menghubungkan antara berbagai faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tenyata prevalensi (angka kejadian) hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia. Dari berbagai penelitian epidemiologis yang dilakukan di Indonesia menunjukan 1,8-28,6% penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi. Saat ini terdapat adanya kecenderungan bahwa masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat pedesaan. Hal ini antara lain dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat kota yang berhubungan dengan risiko penyakit hipertensi seperti stress, obesitas (kegemukan), kurangnya olah raga, merokok, alkohol,
dan makan makanan yang tinggi kadar lemaknya. Bila ditinjau perbandingan antara perempuan dan pria, ternyata perempuan lebih banyak menderita hipertensi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6%
untuk perempuan. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan,sedangkan daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% perempuan. Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala hipertensi dengan kemungkinan komplikasinya.
Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi (pengeluaran) kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan
hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh. Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan yang diberikan pemaparan tehadap stress ternyata membuat binatang tersebut menjadi hipertensi. Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa tubuh > 27 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang
obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas.
Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah.
Olah raga ternyata juga dihubungkan dengan pengobatan terhadap hipertensi. Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Selain itu dengan kurangnya olah raga maka risiko timbulnya obesitas akan bertambah, dan apabila asupan garam bertambah maka risiko timbulnya hipertensi
juga akan bertambah. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya gangguan atau
kerusakan pada pembuluh darah turut berperan pada penyakit hipertensi. Faktor-faktor tersebut antara lain merokok, asam lemak jenuh dan tingginya kolesterol dalam darah. Selain faktor-faktor tersebut di atas, faktor lain yang mempengaruhi
terjadinya hipertensi antara lain alkohol, gangguan mekanisme pompa natrium (yang mengatur jumlah cairan tubuh), faktor renin-angiotensin-aldosteron (hormon-hormon yang mempengaruhi tekanan darah).
Oleh karena penyakit hipertensi timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor sehingga dari seluruh faktor yang telah disebutkan diatas, faktor mana yang lebih berperan terhadap timbulnya hipertensi tidak dapat diketahui dengan pasti. Oleh karena itulah maka pencegahan penyakit hipertensi yang antara lain dapat dilakukan
dengan menjalankan gaya hidup sehat menjadi sangat penting.

Sabtu, 19 Maret 2011


bergegaslah, kawan... tuk sambut masa depan
tetap berpegang tangan dan saling berpelukan
berikan senyuman tuk sebuah perpisahan!
kenanglah sahabat...kita untuk selamanya..

ASUHAN KEPERAWATAN BAYI DENGAN BBLR

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Pengertian

Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah (WHO, 1961).

Dalam hal ini dibedakan menjadi :

1. Prematuritas murni
Yaitu bayipada kehamilan <>berat badan sesuai.

2. Retardasi pertumbuhan janin intra uterin (IUGR)
Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan rendah dan tidak sesuai dengan usia kehamilan.


Etiologi

Penyebab kelahiran prematur tidak diketahui, tapi ada beberapa faktor yang berhubungan, yaitu :

1. Faktor ibu
* Gizi saat hamil yang kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diaatas 35 tahun
* Jarak hamil dan persalinan terlalu dekat, pekerjaan yang terlalu berat
* Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah, perokok

2. Faktor kehamilan
* Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum
* Komplikasi kehamilan : preeklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini

3. Faktor janin
* Cacat bawaan, infeksi dalam rahim

4. Faktor yang masih belum diketahui


Komplikasi

* Sindrom aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum, sindrom distres respirasi, penyakit membran hialin
* Dismatur preterm terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu
* Hiperbilirubinemia, patent ductus arteriosus, perdarahan ventrikel otak
* Hipotermia, Hipoglikemia, Hipokalsemia, Anemi, gangguan pembekuan darah
* Infeksi, retrolental fibroplasia, necrotizing enterocolitis (NEC)
* Bronchopulmonary dysplasia, malformasi konginetal


Penatalaksanaan

* Resusitasi yang adekuat, pengaturan suhu, terapi oksigen
* Pengawasan terhadap PDA (Patent Ductus Arteriosus)
* Keseimbangan cairan dan elektrolit, pemberian nutrisi yang cukup
* Pengelolaan hiperbilirubinemia, penanganan infeksi dengan antibiotik yang tepat.


Diagnosa Keperawatan Yang Muncul

1. Pola nafas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ekspansi paru

2. Gangguan pertukaran gas b/d kurangnya ventilasi alveolar sekunder terhadap defisiensi surfaktan

3. Resiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake yang kurang adekuat.

Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1 :
Pola nafas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ekspansi paru

Tujuan :
Pola nafas yang efektif

Kriteria Hasil :

* Kebutuhan oksigen menurun
* Nafas spontan, adekuat
* Tidak sesak.
* Tidak ada retraksi

Intervensi

* Berikan posisi kepala sedikit ekstensi
* Berikan oksigen dengan metode yang sesuai
* Observasi irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan

Diagnosa Keperawatan 2 :
Gangguan pertukaran gas b/d kurangnya ventilasi alveolar sekunder terhadap defisiensi surfaktan

Tujuan :
Pertukaran gas adekuat

Kriteria :

* Tidak sianosis.
* Analisa gas darah normal
* Saturasi oksigen normal.

Intervensi :

* Lakukan isap lendir kalau perlu
* Berikan oksigen dengan metode yang sesuai
* Observasi warna kulit
* Ukur saturasi oksigen
* Observasi tanda-tanda perburukan pernafasan
* Lapor dokter apabila terdapat tanda-tanda perburukan pernafasan
* Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah
* Kolaborasi dalam pemeriksaan surfaktan

Diagnosa Keperawatan 3 :
Resiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

Tujuan :
Hidrasi baik

Kriteria:

* Turgor kulit elastik
* Tidak ada edema
* Produksi urin 1-2 cc/kgbb/jam
* Elektrolit darah dalam batas normal

Intervensi :

* Observasi turgor kulit.
* Catat intake dan output
* Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena dan elektrolit
* Kolaborasi dalam pemeriksaan elektrolit darah.



Diagnosa Keperawatan 4 :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake yang kurang adekuat

Tujuan :
Nutrisi adekuat

Kriteria :

* Berat badan naik 10-30 gram / hari
* Tidak ada edema
* Protein dan albumin darah dalam batas normal

Intervensi :

* Berikan ASI/PASI dengan metode yang tepat
* Observasi dan catat toleransi minum
* Timbang berat badan setiap hari
* Catat intake dan output
* Kolaborasi dalam pemberian total parenteral nutrition kalau perlu.

Jumat, 18 Maret 2011

ABORTUS IMMINEN

PENGERTIAN ABORTUS IMMINEN
Abortus imminen adalah perdarahan bercak yang menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan sauatu kehamilan. Dalam kondisi seperti ini kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan. (Syaifudin. Bari Abdul, 2000)

Abortus imminen adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 20 minggu, tanpa tanda-tanda dilatasi serviks yang meningkat ( Mansjoer, Arif M, 1999)

Abortus imminen adalah pengeluaran secret pervaginam yang tampak pada paruh pertama kehamilan ( William Obstetri, 1990)
B. ETIOLOGI ABORTUS IMMINEN
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu :

1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah :
1. Kelainan kromosom, terutama trimosoma dan monosoma X
2. Lingkungan sekitar tempat impaltasi kurang sempurna
3. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan temabakau dan alkohol
2. Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun
3. Faktor maternal seperti pneumonia, typus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis.
4. Kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.

C. GAMBARAN KLINIS ABORTUS IMMINEN

1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
2. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat
3. Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi
4. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat kontraksi uterus
5. Pemeriksaan ginekologi :
1. Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva
2. Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
3. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.

D. PATOFISIOLOGI ABORTUS IMMINEN
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan.

Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.

Komplikasi :

1. Perdarahan, perforasi syok dan infeksi
2. Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan pembekuan darah.

E. PATHWAY ABORTUS IMMINEN
Download Pathway Abortus Imminen
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG ABORTUS IMMINEN

1. Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negatif bila janin sudah mati
2. Pemeriksaan Dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
3. Pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion


Data laboratorium

1. Tes urine
2. Hemoglobin dan hematokrit
3. Menghitung trombosit
4. Kultur darah dan urine

G. MASALAH KEPERAWATAN ABORTUS IMMINEN

1. Kecemasan
2. Intoleransi aktifitas
3. Gangguan rasa nyaman dan nyeri
4. Defisit volume cairan

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN ABORTUS IMMINEN

1. Cemas berhubungan dengan pengeluaran konsepsi
1. Tujuan : Mengurangii atau menghilangkan kecemasan
2. Intervensi :
1. Siapkan klien untuk reaksi atas kehilangan
2. Beri informasi yang jelas dengan cara yang tepat
2. Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus
1. Tujuan : Mengurangi atau menghilangkan rasa sakit
2. Intervensi :
1. Menetapkan laporan dan tanda-tanda yang lain. Panggil pasien dengan nama lengkap. Jangan tinggalkan pasien tanpa pengawasan dalam waktu yang lama
2. Rasa sakit dan karakteristik, termasuk kualitas waktu lokasi dan intensitas
3. Melakukan tindakan yang membuat klien merasa nyaman seperti ganti posisi, teknik relaksasi serta kolaburasi obat analgetik
3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
1. Tujuan : Mencegah terjadinya defisit cairan
2. Intervensi :
1. Kaji perdarahan pada pasien, setiap jam atau dalam masa pengawasan
1. Kaji perdarahan Vagina : warna, jumlah pembalut yang digunakan, derajat aliran dan banyakny
2. Kaji adanya gumpalan
3. Kaji adanya tanda-tanda gelisah, taki kardia, hipertensi dan kepucatan
2. Monitor nilai HB dan Hematokrit
4. Kehilangan berhubungan dengan pengeluaran hasil konsepsi
1. Tujuan : Mengurangi atau meminimalkan rasa kehilangan atau duka cita
2. Intervensi :
1. Pasien menerima kenyataan kehilangan dengan tenang tidak dengan cara menghakimi
2. Jika diminta bisa juga dilakukan perawatan janin
3. Menganjurkan pada pasien untuk mendekatkan diri pada Tuhan YME
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri
1. Tujuan : Klien dapat melakukan aktifitas sesuai dengan toleransinya
2. Intervensi :
1. Menganjurkan pasien agar tiduran
2. Tidak melakukan hubungan seksual

Askep Artritis Reumatoid

A. PENGERTIAN

Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165)
B. PENYEBAB / ETIOLOGI

Penyebab utama penyakit Reumatik masih belum diketahui secara pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab Artritis Reumatoid, yaitu:

* Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
* Endokrin
* Autoimmun
* Metabolik
* Faktor genetik serta pemicu lingkungan

Pada saat ini Artritis rheumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
C. EPIDEMIOLOGI

Penyakit Artritis Rematoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar diseluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik. Artritis rheumatoid sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita denga pria sebesar 3: 1. kecenderungan wanita untuk menderita Artritis rheumatoid dan sering dijumpai remisi pada wanita yang sedang hamil, hal ini menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini.
rheumatoid arthritis
D. MANIFESTASI KLINIK

Ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang lazim ditemukan pada penderita Reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi.

1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
2. Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang.
3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam.
4. Artritis erosif merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang .
5. Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
7. Manifestasi ekstra-artikular (diluar sendi): reumatik juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Seperti mata: Kerato konjungtivitis siccs yang merupakan sindrom SjÖgren, sistem cardiovaskuler dapat menyerupai perikarditis konstriktif yang berat, lesi inflamatif yang menyerupai nodul rheumatoid dapat dijumpai pada myocardium dan katup jantung, lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomena embolissasi, gangguan konduksi dan kardiomiopati.


E. DIAGNOSTIK

Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen.
Kriteria Artritis rematoid menurut American reumatism Association (ARA) adalah:

* Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari (Morning Stiffness).
* Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu sendi.
* Pembengkakan ( oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan ) pada salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
* Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain.
* Pembengkakan sendi yanmg bersifat simetris.
* Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor.
* Gambaran foto rontgen yang khas pada arthritis rheumatoid
* Uji aglutinnasi faktor rheumatoid
* Pengendapan cairan musin yang jelek
* Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia
* gambaran histologik yang khas pada nodul.

Berdasarkan kriteria ini maka disebut :

o Klasik : bila terdapat 7 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu
o Definitif : bila terdapat 5 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
o Kemungkinan rheumatoid : bila terdapat 3 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 4 minggu.


F. PENATALAKSANAAN / PERAWATAN

Oleh karena kausa pasti arthritis Reumatoid tidak diketahui maka tidak ada pengobatan kausatif yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Hal ini harus benar-benar dijelaskan kepada penderita sehingga tahu bahwa pengobatan yang diberikan bertujuan mengurangi keluhan/ gejala memperlambat progresifvtas penyakit.
Tujuan utama dari program penatalaksanaan / perawatan adalah sebagai berikut :

* Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan
* Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita
* Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi
* Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain.

Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas, yaitu :

1. Pendidikan
Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada penderita, keluarganya dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita. Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi (perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis) penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus.
2. Istirahat
Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat.
3. Latihan Fisik dan Termoterapi
Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan sebelum memulai latihan. Kompres panas pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu yang bisa diatur serta mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan di rumah. Latihan dan termoterapi ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh adanya penyakit.
4. Diet/Gizi
Penderita Reumatik tidak memerlukan diet khusus. Ada sejumlah cara pemberian diet dengan variasi yang bermacam-macam, tetapi kesemuanya belum terbukti kebenarannya. Prinsip umum untuk memperoleh diet seimbang adalah penting.
5. Obat-obatan
Pemberian obat adalah bagian yang penting dari seluruh program penatalaksanaan penyakit reumatik. Obat-obatan yang dipakai untuk mengurangi nyeri, meredakan peradangan dan untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit.



II. KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.

* Aktivitas / istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise, Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.
* Kardiovaskuler
Gejala: Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
* Integritas ego
Gejala: Faktor-faktor stres akut / kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan), Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi (misalnya ketergantungan pada orang lain).
* Makanan / cairan
Gejala: Ketidakmampuan untuk menghasilkan / mengkonsumsi makanan / cairan adekuat: mual, anoreksia, Kesulitan untuk mengunyah (keterlibatan TMJ)
Tanda: Penurunan berat badan, Kekeringan pada membran mukosa.
* Hygiene
Gejala: Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan
* Neurosensori
Gejala: Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Gejala: Pembengkakan sendi simetris
* Nyeri / kenyamanan
Gejala: Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi).
* Keamanan
Gejala: Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan ringan dalam menangani tugas / pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap. Kekeringan pada meta dan membran mukosa.
* Interaksi sosial
Gejala: Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.
* Penyuluhan / pembelajaran
Gajala : Riwayat AR pada keluarga (pada awitan remaja). Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, “ penyembuhan “ arthritis tanpa pengujian. Riwayat perikarditis, lesi katup, fibrosis pulmonal, pleuritis.

Pertimbangan: DRG Menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari.
Rencana Pemulangan: Mungkin membutuhkan bantuan pada transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas/ pemeliharaan rumah tangga.


B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

* Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus.
* Fiksasi lateks: Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas.
* Reaksi-reaksi aglutinasi : Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas.
* Laju Endap Darah: Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat
* Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi.
* Sel Darah Putih: Meningkat pada waktu timbul prosaes inflamasi.
* Haemoglobin: umumnya menunjukkan anemia sedang.
* Ig (Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai penyebab AR.
* Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
* Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium
* Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
* Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning (respon inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen (C3 dan C4).
* Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.


C. PRIORITAS KEPERAWATAN

* Menghilangkan nyeri
* Meningkatkan mobilitas.
* Meningkatkan monsep diri yang positif
* mendukung kemandirian
* Memberikan informasi mengenai proses penyakit/ prognosis dan keperluan pengobatan.


D. TUJUAN PEMULANGAN

* Nyeri hilang/ terkontrol
* Pasien menghadapi saat ini dengan realistis
* Pasien dapat menangani AKS sendiri/ dengan bantuan sesuai kebutuhan.
* Proses/ prognosis penyakit dan aturan terapeutik dipahami.


E. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. NYERI AKUT/ KRONIS

Dapat dihubungkan dengan:
* Agen pencedera
* Distensi jaringan oleh akumulasi cairan / proses inflamasi
* Destruksi sendi.

Dapat dibuktikan oleh:
* Keluhan nyeri, ketidaknyamanan, kelelahan.
* Berfokus pada diri sendiri/ penyempitan fokus
* Perilaku distraksi/ respons autonomic
* Perilaku yang bersifart ahti-hati/ melindungi

Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan:
* Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol
* Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
* Mengikuti program farmakologis yang diresepkan
* Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri.

Intervensi dan Rasional:
* Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal
Rasional: Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program
* Berikan matras / kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan
Rasional: Matras yang lembut / empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri
* Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace.
Rasional: Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi
* Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak.
Rasional: Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi
* Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.
Rasional: Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan
* Berikan masase yang lembut
Rasional: Meningkatkan relaksasi / mengurangi nyeri
* Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif, sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas.
Rasional: Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping
* Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.
Rasional: Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat
* Beri obat sebelum aktivitas / latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.
Rasional: Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi
* Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat)
Rasional: Sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.
* Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan
Rasional: Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut

2. MOBILITAS FISIK, KERUSAKAN

Dapat dihubungkan dengan :
* Deformitas skeletal
* Nyeri
* Ketidaknyamanan
* Intoleransi aktivitas
* Kenurunan kekuatan otot.

Dapat dibuktikan oleh:
* Keengganan untuk mencoba bergerak / ketidakmampuan untuk dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik
* Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot / kontrol dan massa (tahap lanjut).

Hasil yang diharapkan / kriteria Evaluasi, Pasien akan:
* Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya / pembatasan kontraktur.
* Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh.
* Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas

Intervensi dan Rasional:
* Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi
Rasional: Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi
* Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganmggu.
Rasional: Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan
* Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan
Rasional: Mempertahankan / meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum.
Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi
* Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan / bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze
Rasional: Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Memepermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit
* Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace
Rasional: Meningkatkan stabilitas (mengurangi resiko cidera) dan memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor
* Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher.
Rasional: Mencegah fleksi leher
* Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan
Rasional: Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas
* Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda.
Rasional: Menghindari cidera akibat kecelakaan / jatuh
* Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi.
Rasional: Berguna dalam memformulasikan program latihan / aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat
* Kolaborasi: Berikan matras busa / pengubah tekanan.
Rasional: Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas
* Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid).
Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut

3. GANGGUAN CITRA TUBUH/ PERUBAHAN PENAMPILAN PERAN

Dapat dihubungkan dengan :
* Perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum
* Peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas

Dapat dibuktikan oleh:
* Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit.
* Bicara negatif tentang diri sendiri, fokus pada kekuatan masa lalu, dan penampilan.
* Perubahan pada gaya hidup / kemapuan fisik untuk melanjutkan peran, kehilangan pekerjaan, ketergantungan pada orang terdekat
* Perubahan pada keterlibatan sosial; rasa terisolasi.
* Perasaan tidak berdaya, putus asa.

Hasil yang dihapkan / kriteria Evaluasi-Pasien akan :
* Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
* Menyusun rencana realistis untuk masa depan.

Intervensi dan Rasional:
* Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan.
Rasional: Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung
* Diskeusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual.
Rasional: Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut
* Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan.
Rasional: Isyarat verbal / non verbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri
* Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan.
Rasional: Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum terjadi
* Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan.
Rasional: Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut
* Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.
Rasional: Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri
* Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas.
Rasional: Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong berpartisipasi dalam terapi
* Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan.
Rasional: Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri
* Berikan bantuan positif bila perlu.
Memungkinkan pasien untuk merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku positif. Meningkatkan rasa percaya diri
* Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis psikiatri, psikolog.
Rasional: Pasien / orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang / ketidakmampuan
* Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan obat-obatan peningkat alam perasaan.
Rasional: Mungkin dibutuhkan pada saat munculnya depresi hebat sampai pasien mengembangkan kemampuan koping yang lebih efektif

4. KURANG PERAWATAN DIRI

Dapat dihubungkan dengan :
* Kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.

Dapat dibuktikan oleh:
* Ketidakmampuan untuk mengatur kegiatan sehari-hari.

Hasil yang dihapkan / kriteria Evaluasi, Pasien akan :
* Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual.
* Mendemonstrasikan perubahan teknik / gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
* Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi / komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.

Intervensi dan Rasional:
* Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi.
Rasional: Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini.
* Pertakhankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan.
Rasional: Mendukung kemandirian fisik/emosional
* Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi / rencana untuk modifikasi lingkungan.
Rasional: Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri
* Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi.
Rasional: Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran
* Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan evaluasi setelahnya.
Rasional: Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat kemampuan aktual
* Kolaborasi: atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan perawatan rumah, ahli nutrisi.
Rasional: Mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan untuk persiapan situasi di rumah

5. PENATALAKSANAAN PEMELIHARAAN RUMAH, KERUASAKAN, RESIKO TINGGI TERHADAP

Faktor risiko meliputi:
* Proses penyakit degeneratif jangka panjang, sistem pendukung tidak adekuat.

Dapat dibuktikan oleh:
* (Tidak dapat diterapkan; adanya tanda dan gejala membuat diagnosa menjadi aktual)

Hasil yang diharapkan / kriteria Evaluasi, Pasien akan :
* Mempertahankan keamanan, lingkungan yang meningkatkan pertumbuhan.
* Mendemonstrasikan penggunaan sumber-sumber yang efektif dan tepat.

Intervensi dan Rasional:
* Kaji tingkat fungsi fisik
Rasional: Mengidentifikasi bantuan/ dukungan yang diperlukan
* Evaluasi lingkungan untuk mengkaji kemampuan dalam perawatan untuk diri sendiri.
Rasional: Menentukan kemungkinan susunan yang ada/ perubahan susunan rumah untuk memenuhi kebutuhan individu
* Tentukan sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi individual. Identifikasi sistem pendukung yang tersedia untuk pasien, mis: membagi tugas-tugas rumah tangga antara anggota keluarga.
Rasional: Menjamin bahwa kebutuhan akan dipenuhi secara terus-menerus
* Identifikasi untuk peralatan yang diperlukan, mis: lift, peninggian dudukan toilet.
Rasional: Memberikan kesempatan untuk mendapatkan peralatan sebelum pulang
* Kolaborasi: Koordinasikan evaluasi di rumah dengan ahli terapi okupasi.
Rasional: Bermanfaat untuk mengidentifikasi peralatan, cara-cara untuk mengubah tugas-tugas untuk mengubah tugas-tugas untuk mempertahankan kemandirian
* Kolaborasi: Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: pelayanan pembantu rumah tangga bila ada.
Rasional: Memberikan kemudahan berpindah pada / mendukung kontinuitas dalam situasi rumah

6. KURANG PENGETAHUAN (KEBUTUHAN BELAJAR), MENGENAI PENYAKIT, PROGNOSIS, DAN KEBUTUHAN PENGOBATAN.

Dapat dihubungkan dengan :
* Kurangnya pemajanan / mengingat.
* Kesalahan interpretasi informasi.

Dapat dibuktikan oleh:
* Pertanyaan / permintaan informasi, pernyataan kesalahan konsep.
* Tidak tepat mengikuti instruksi / terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.

Hasil yang diharapkan / kriteria Evaluasi, pasien akan :
* Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan.
* Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.

Intervensi dan Rasional:
* Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan.
Rasional: Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
* Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet,obat-obatan, dan program diet seimbang, l;atihan dan istirahat.
Rasional: Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendiri/ jaringan lain untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas
* Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis,istirahat, perawatan pribadi, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen stres.
Rasional: Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada waktu menangani proses penyakit kronis kompleks
* Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik.
Rasional: Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan dosis
* Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu, atau antasida pada waktu tidur.
Rasional: Membatasi irigasi gaster, pengurangan nyeri pada HS akan meningkatkan tidur dan mengurangi kekakuan di pagi hari
* Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan, mis: tinitus, perdarahan gastrointestinal, dan ruam purpuruik.
Rasional: Memperpanjang dan memaksimalkan dosis aspirin dapat mengakibatkan takar lajak. Tinitus umumnya mengindikasikan kadar terapeutik darah yang tinggi
* Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat-obat yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter.
Rasional: Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi yang dapat meningkatkan risiko takar layak obat/ efek samping yang berbahaya
* Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung vitamin, protein dan zat besi.
Rasional: Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan jaringan
* Dorong pasien obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi penurunan berat badan sesuai kebutuhan.
Rasional: Pengurangan berat badan akan mengurangi tekanan pada sendi, terutama pinggul, lutut, pergelangan kaki, telapak kaki
* Berikan informasi mengenai alat bantu
Rasional: Mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan
* Diskusikan tekinik menghemat energi, mis: duduk dari pada berdiri untuk mempersiapkan makanan dan mandi
Rasional: Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian
* Dorong mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada saat istirahat maupun pada waktu melakukan aktivitas, misalnya menjaga agar sendi tetap meregang, tidak fleksi, menggunakan bebat untuk periode yang ditentukan, menempatkan tangan dekat pada pusat tubuh selama menggunakan, dan bergeser daripada mengangkat benda jika memungkinkan.
Rasional: Mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup pasien untuk mengurangi tekanan sendi dan nyeri
* Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan perawatan kulit lainnya dibawah bebat, gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian bantalan yang tepat.
Rasional: Mengurangi resiko iritasi / kerusakan kulit
* Diskusikan pentingnya obat obatan lanjutan / pemeriksaan laboratorium, mis: LED, Kadar salisilat, PT.
Rasional: Terapi obat-obatan membutuhkan pengkajian / perbaikan yang terus menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah takar lajak, efek samping yang berbahaya.
* Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan
Rasional: Informasi mengenai posisi-posisi yang berbeda dan tehnik atau pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri / percaya diri
* Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: yayasan arthritis (bila ada).
Bantuan / dukungan dari oranmg lain untuk meningkatkan pemulihan maksimal

Minggu, 13 Maret 2011

ASUHAN KEBIDANAN DENGAN PEB

ASUHAN KEBIDANAN
PADA NY.H HAMIL DENGAN PRE EKLAMSIA BERAT
DI RB MARGA WALUYA SURAKARTA

Tanggal / jam masuk :25-06-08/17.10 WIB Bidan :Theresia Ose ,Amd.Keb
Tempat :RB Marga Waluya Diagnosa:Hamil dengan PEB

I.PENGKAJIAN
Tanggal / jam :25-06-08/17.10 WIB
A.Data Subjektif
1. Biodata
Nama Pasien :Ny.H Nama Suami :Tn.A
Umur :27 Tahun Umur :25 Tahun
Suku/bangsa :Jawa/Indonesia Suku/bangsa :Jawa/Indonesia
Agama :Islam Agama :Islam
Pendidikan :SLTP Pendidikan :SLTA
Pekerjaan :Karyawati Pekerjaan :Swasta
Alamat :Bonoloyo 6/X, Nusukan
2. Alasan Masuk RS
Ibu usia 27 tahun ingin memeriksakan kehamilannya dengan keluhan pusing dan kedua kakinya bengkak sejak 2 hari yang lalu.
3. Data Kebidanan
a.Haid
 Menarche :umur 13 tahun
 Lamanya :7 hari
 Siklus : 28 hari
 Banyak :2-3x ganti tella/hari
 Amenorrhea : 3 bulan
 HPHT :03-10-07
 HPL :10-07-08
 Umur kehamilan :38 mgg

b.Riwayat kehamilan sekarang
 G 1 A 0 P 0
 ANC : ya
 Tempat ANC :RB Marga Waluyo
 Frekuensi : teratur
 Imunisasi TT : 2x (waktu capeng dan hamil usia 8 mgg)
 Keluhan pada :
• Trimester I : pusing.lemas
• Trimester II : tidak ada
• Trimester III : pusing, kedua kaki bengkak
c. Riwayat kehamilan ,persalinan,dan nifas yang lalu
d.Riwayat KB
 Kontrasepsi yang pernah digunakan :belum pernah
 Lamanya :tidak ada
 Keluhan : tidak ada
 Rencana KB :ibu mengatakan ada rencana KB
 Jenis kontrasepsi :Pil KB
 Kapan :ibu mengatakan setelah 40 hr anaknya lahir
 Tanggapan suami : suami mendukung
 Jumlah anak yang diinginkan : 2 orang
4. Data kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
 Keluhan utama :
Ibu mengeluh kedua kakinya bengkak dan pusing sejak 2 hari yang lalu
 Riwayat penyakit yang diderita sekarang :
Ibu mengatakan tekanan darahnya tinggi
 Pengobatan yang pernah didapat :
Ibu mengatakan belum pernah mendapat pengobatan sebelumnya
 Alergi terhadap obat :
Ibu mengatakan tidak alergi terhadap obat-obatan.
b. Riwayat kesehatan yang lalu
 Penyakit yang pernah diderita :
Ibu mengatakan belum pernah dirawat di RS karena penyakit yang kronis seperti DM,jantung,hipertensi,dll
 Operasi yang pernah dialami :
Ibu mengatakan belum pernah mengalami operasi Caesar maupun operasi bedah yang lain.
c. Riwayat kesehatan keluarga
 Riwayat penyakit yang diderita :
Ibu mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit menurun,menahun dan menular seperti DM,TBC,ginjal,jantung,hipertensi,asma,dll.
 Keturunan kembar :
Ibu mengatakan dalam keluarga tidak mempunyai riwayat keturunan kembar.
5. Data Kebiasaan Sehari-hari
a. Nutrisi
Sebelum Sekarang
 Frekuensi : 3x/hr 3x/hr
 Porsi :1 piring 1 piring
 Jenis : nasi,sayur,lauk,buah nasi,sayur,lauk,buah
 Keluhan : tidak ada tidak ada
 Pantangan : tidak ada tidak ada
 Konsumsi Suplemen : tidak pernah Fe,kalk
 Minum Jamu : tidak pernah tidak pernah
 Merokok : tidak pernah tidak pernah
 Minum Alkohol : tidak pernah
b. Eliminasi
Sebelum Sekarang
 Frekuensi BAK : 2-3x/hr 4-6x/hr
 Keluhan : tidak ada tidak ada
 Frekuensi BAB : 1x/hr 1x/hr
 Keluhan : tidak ada tidak ada
c. Personal Hygiene
Sebelum Sekarang
 Mandi : 2x/hr 2x/hr
 Keramas : 3x/mgg 3x/mgg
 Sikat gigi : 2x/hr 2x/hr
 Ganti pakaian : 2x/hr 2x/hr
 Keluhan : tidak ada tidak ada
d. Istirahat
Sebelum Sekarang
 Tidur : 7 jam 8 jam
 Keluhan : tidak ada tidak ada
e. Kehidupan Seksual
Sebelum Sekarang
 Frekuensi : 3x/mgg 2x/mgg
 Keluhan : tidak ada tidak ada
6. Data Psikologis
a. Status Perkawinan
 Kawin :1x
 Lama perkawinan :1 tahun
b. Respon ibu/keluarga terhadap kehamilan
 Tanggapan ibu terhadap kehamilannya
Ibu mengatakan sangat senang dengan kehamilannya
 Tanggapan dan dukungan keluarga terhadap kehamilan
Suami dan keluarga senang dan mendukung kehamilan ibu
 Rencana menyusui
Ibu berencana menyusui selama 2 tahun dengan ASI eksklusif.
c. Rencana Melahirkan
 Tempat : BPS
 Penolong :Bidan

B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum :baik, Kesadaran :CM
b. Vital Sign :TD=170/110mmHg,N=84x/m,R=20x/m,S=360C
c. Berat badan
• Sebelum hamil: 48 kg
• Selama hamil : 60 kg
d. Lila :27 cm
2. Kepala dan Wajah
a. Rambut :Warna hitam,pertumbuhan rambut normal,tidak ada lesi,tidak
ada oedema,tidak kotor,tidak bau
b. Pipi :tidak ada kloasma
c. Mata : Konjungtiva tidak anemis,tidak ada secret,sklera tidak ikterik
d. Hidung : tidak ada sekret,tidak ada perdarahan,tidak ada polip
e. Mulut,lidah : lidah bersih,warna kecoklatan,simetris
Gigi : tidak caries,tidak ada karang gigi
Gusi : warna merah muda,tidak ada oedema
Bibir : Warna merah muda,tidak ada lesi,simetris
3. Leher : simetris,tidak ada massa,tidak ada kekakuan,tidak ada
pembesaran kelenjar tyroid,tidak ada pembengkakkan kelenjar
parotis
4. Dada : Bentuk simetris
a. Payudara :ada pembesaran,simetris warna coklat,putting susu menonjol,ada
hiperpigmentasi,pengeluaran belum ada,jenis tidak ada,tidak nyeri
b. KGB Axilla:tidak ada pembesaran
5. Abdomen : Pembesaran sesuai umur kehamilan,bentuk simetris,ada
hiperpigmentasi,tidak ada bekas luka OP
 Leopold I : TFU 33 cm, bagian fundus teraba bulat, lunak, tidak
melenting ( bokong )
 Leopold II : Di bagian kiri teraba bagian memanjang seperti papan
(punggung), di bagian kanan teraba bagian kecil-kecil
janin (ekstremitas)
 Leopold III : Di bagian terbawah teraba bulat, keras, melenting
(kepala)
 Leopold IV : Bagian terbawah janin sudah masuk PAP
 DJJ : +, frekuensi 136x/m, intensitas teratur
6. Genetalia : tidak ada oedema,tidak ada varises,PPV belum ada
7. Ekstremitas : oedema ka + / ki +,kuku jari bersih,tidak ada varises
 Px.Perkusi ekstremitas bawah : reflek patella kanan dan kiri baik
8.Pemeriksaan Inspikulo
a. Keadaan Servik : tidak dilakukan
b. Keadaan Dinding Vagina : tidak dilakukan
9. Pemeriksaan Dalam
a. Vagina : tidak dilakukan
b. Servik : tidak dilakukan
c. Pembukaan : tidak dilakukan
d. Kandung kemih : tidak dilakukan
e. Presentasi : tidak dilakukan
f. Penurunan kepala : tidak dilakukan
g. Bagian yang menumbung : tidak dilakukan
h. Pemeriksaan panggul dalam: tidak dilakukan
i. UUK : tidak dilakukan
10. Pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan laborat :
 Glukosa urin : tidak dilakukan
 Protein urin : + 3
 Golongan darah : tidak dilakukan
 HB : tidak dilakukan
b. USG : tidak dilakukan
c. Rontgen : tidak dilakukan
d. Pemeriksaan lain : tidak dilakukan

II. INTERPRETASI DATA
Tanggal / pukul :25-06-08/17.15 WIB
 Diagnosa Kebidanan
Seorang ibu G1P0A0 umur 27 tahun hamil 38 mgg, janin tunggal hidup intra uteri,PUKI, preskep, sudah masuk PAP dengan kehamilan PEB
 Data dasar
 Data subyektif :
1. Ibu mengatakan sekarang ini merupakan kehamilannya yang pertama dan ibu belum pernah keguguran.
2. Ibu mengatakan kepalanya pusing dan kakinya bengkak
3. Ibu mengatakan HPHT 03-10-2007
 Data obyektif :
1. KU=baik, Kesadaran=CM.
2. VS : TD=170/110mmHg,N=84x/m,R=20x/m,S=360C.
3. Lila : 27cm.
4. BB :60 kg TB : 155 cm
5. HPL 10-07-08
6. Hiperpigmentasi pada mammae
7. Palpasi leopold 1: Ballotemen teraba,TFU 1 jari diatas simpisis.
8. Usia kehamilan 38 mgg

III. DIAGNOSA POTENSIAL
Tanggal / pukul :25-06-08/17.20 WIB
Potensial terjadi eklamsia

IV. ANTISIPASI
Tanggal / pukul : 25-06-08/17.20 WIB
Mengantisipasi eklamsia dengan observasi vital sign terutama tekanan darah
V. INTERVENSI
Tanggal / pukul : 25-06-08/17.21WIB
1. Periksa KU dan VS terutama TD
2. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan beri informasi hasil pemeriksaan
3. Jelaskan pada ibu tentang perjalanan penyakit terhadap proses persalinan
4. Jelaskan kepada ibu tentang persiapan persalinan yang patologis
5. Beri support mental dan spiritual
6. Anjurkan ibu jalan-jalan pagi
7. Motivasi ibu untuk melahirkan di RS
8. Anjurkan ibu untuk makan-makanan bergizi
9. Anjurkan ibu istirahat yang cukup
10. Dokumentasikan hasil asuhan.

VI. IMPLEMENTASI
Tanggal / pukul :16-06-08/17.18 WIB
1. Memeriksa KU dan VS
2. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan beri informasi hasil pemeriksaan
3. Menjelaskan pada ibu tentang perjalanan penyakit terhadap proses persalinan
4. Menjelaskan kepada ibu tentang persiapan persalinan yang patologis
5. Memberi support mental dan spiritual
6. Menganjurkan ibu jalan-jalan pagi
7. Memotivasi ibu untuk melahirkan di RS
8. Menganjurkan ibu untuk makan-makanan bergizi
9. Menganjurkan ibu istirahat yang cukup
10. Mendokumentasikan hasil asuhan.

VII. EVALUASI
Tanggal / pukul : 25-06-08/17.25 WIB
1. Hasil pemeriksaan ibu :
KU= Baik, Kesadaran=CM
VS : TD=170/110mmHg,N=84x/m,R=20x/m,S=360C
2. Ibu mengatakan telah mengerti dan memahami penjelasan dari bidan dan akan melaksanakan semua anjuran dari bidan
3. Ibu paham tentangpersiappan persalinan di RS
4. Pasien sudah pulang pukul 17.25 WIB tanggal 25-06-08
5. Hasil asuhan yang diberikan sudah didokumentasikan

Jumat, 11 Maret 2011

HAL TERINDAH by SEVENTEEN

sampai saat ini rasaku bertahan di sini
rasa yang tak akan hilang oleh waktu
* kau tidak di sini, akupun tiada di hatimu
jiwaku ikut menghilang bersamamu

reff:
tak terkira di sampingmu
adalah hal terindah yang pernah ku inginkan
tak terkira di pelukmu
adalah hal terindah yang pernah ku rasakan

repeat *

melukiskan segenap keindahan dirimu
hanya kau yang aku mau, kamu kamu

repeat reff

tak terkira milikimu
adalah hal terindah yang pernah ku dambakan
tak terkira dekapanmu
adalah hal terindah yang pernah ku dapatkan

takkan rela melepasmu
walau di hadapanmu ku kan terus menangis bahagia

Selasa, 22 Februari 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN MENINGITIS

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit infeksi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Salah satu penyakit tersebut adalah infeksi susunan saraf pusat. Penyebab infeksi susunan saraf pusat adalah virus, bakteri atau mikroorganisme lain. Meningitis merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian berkisar antara 18-40% dan angka kecacatan 30-50%.

Bakteri penyebab meningitis ditemukan di seluruh dunia, dengan angka kejadian penyakit yang bervariasi. Di Indonesia, dilaporkan bahwa Haemophilus influenzae tipe B ditemukan pada 33% diantara kasus meningitis. Pada penelitian lanjutan, didapatkan 38% penyebab meningitis pada anak kurang dari 5 tahun. Di Australia pada tahun 1995 meningitis yang disebabkan Neisseria meningitidis 2,1 kasus per 100.000 populasi, dengan puncaknya pada usia 0 – 4 tahun dan 15 – 19 tahun . Sedangkan kasus meningitis yang disebabkan Steptococcus pneumoniae angka kejadian pertahun 10 – 100 per 100.000 populasi pada anak kurang dari 2 tahun dan diperkirakan ada 3000 kasus per tahun untuk seluruh kelompok usia, dengan angka kematian pada anak sebesar 15%, retardasi mental 17%, kejang 14% dan gangguan pendengaran 28%.


B. TUJUAN PENULISAN
Setelah dilakukan pembelajaran tentang Asuhan Keperawatan Anak dengan Meningitis, diharapkan mahasiswa mampu:
1. Memahami tentang pengertian dari meningitis
2. Memahami tentang etiologi dari meningitis
3. Memahami tentang patofisiologi/pathway dari meningitis
4. Memahami tentang manifestasi klinis dari meningitis
5. Memahami tentang pemerikaan diagnosa dari meningitis
6. Memahami tentang penatalaksanaan medis dari meningitis
7. Memahami tentang pengkajian keperawatan meningitis
8. Memahami tentang diagnosa keperawatan yang muncul pada anak dengan meningitis
9. Memahami tentang perencanaan keperawatan meningitis


C. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
C. FAKTOR RESIKO
D. KLASIFIKASI
E. PATHOFIS,PATHWAY
F. KOMPLIKASI
G. MANIFESTASI KLINIS
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
L. PERENCANAAN
M. EVALUASI
BAB III : PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA



















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada system saraf pusat. (Suriadi, dkk. Asuhan Keperawatan pada Anak, ed.2, 2006)

Meningitis adalah infeksi ruang subaraknoid dan leptomeningen yang disebabkan oleh berbagai organisme pathogen. (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 )

Meningitis merupakan infeksi parah pada selaput otak dan lebih sering ditemukan pada anak-anak. Infeksi ini biasanya merupakan komplikasi dari penyakit lain, seperti campak, gondong, batuk rejan atau infeksi telinga.
(http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/otak.htm)
Meningitis adalah infeksi yang menular. Sama seperti flu, pengantar virus meningitis berasal dari cairan yang berasal dari tenggorokan atau hidung. Virus tersebut dapat berpindah melalui udara dan menularkan kepada orang lain yang menghirup udara tersebut. (Anonim, 2007 dalam Juita, 2008).

B. ETIOLOGI
1. Bakteri:
a. Neonatus sampai 2 bulan: GBS, basili gram negative, missal, Escherichia coli, Liateria monocytogenes, S. agalactiae (streptokokus gram B)
b. 1 bulan sampai 6 tahun: Neisseria meningitidis (meningokokus), Streptococcus pneumoniae, Hib
c. > 6 tahun: Neisseria meningitides, Streptococcus pneumoniae, parotitis (pre-MMR)
d. Mycobacterium tuberculosis: dapat menyebabkan meningitis TB pada semua umur. Pling sering pada anak umur 6 bulan sampai 6 tahun
2. Virus: Enterovirus (80%), CMV, arbovirus, dan HSV



C. FAKTOR RESIKO
1. Faktor predisposisi: laki-laki lebih sering disbanding dengan wanita
2. Faktor maternal: rupture membran fetal, infeksi metrnal pada minggu terakhir kehamilan
3. Faktor imunologi: usia muda, defisiansi mekanisme imun, defek lien karena penyakit sel sabit atau asplenia (rentan terhadap S. Pneumoniae dan Hib), anak-anak yang mendapat obat-obat imunosupresi
4. Anak dengan kelainan system saraf pusat, pembedahan atau injuri yang berhubungan dengan system persarafan
5. Faktor yang berkaitan dengan status sosial-ekonomi rendah: lingkungan padat, kemiskinan, kontak erat dengan individu tang terkena (penularan melalui sekresi pernapasan)

D. KLASIFIKASI
1. Meningitis Purulenta:
Radang selaput otak ( araknoidea dan piameter) yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman nonspesifik dan nonvirus.
2. Meningitis Tuberkulosa:
Terjadi akibat komplikasi penyebaran tuberculosis primer, biasanya dari paru. Meningitis terjadi bukan karena terimfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke rongga araknoid (Rich dan McCordeck). Anak-anak yang ibunya menderita TBC kadang-kadang mendapatkan meningitis tuberkolusa pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
(Ngastiyah,2005)

E. PATOFISIOLOGI
Meningitis terjadi akibat masuknya bakteri ke ruang subaraknoid, baik melalui penyebaran secara hematogen, perluasan langsung dari fokus yang berdekatan, atau sebagai akibat kerusakan sawar anatomik normal secara konginetal, traumatik, atau pembedahan. Bahan-bahan toksik bakteri akan menimbulkan reaksi radang berupa kemerahan berlebih (hiperemi) dari pembuluh darah selaput otak disertai infiltrasi sel-sel radang dan pembentukan eksudat. Perubahan ini terutama terjadi pada infeksi bakteri streptococcus pneumoniae dan H. Influenzae dapat terjadi pembengkakan jaringan otak, hidrosefalus dan infark dari jaringan otak.

Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang dapat menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan TIK. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen. Edem dan eksudasi yang kesemuanya menyebabkan peningkatan intrakranial. (Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2005)

Penyebaran hematogen merupakan penyebab tersering, dan biasa terjadi pada adanya fokus penyakit lain (misalnya, pneumonia, otitis media, selulitis) atau akibat bakteremia spontan. Oleh karena patogen-lazim menyebar melalui jalur pernapasan , peristiwa awalnya adalah kolonisasi traktus respiratorius bagian atas.

Meningitis yang disebabkan oleh penyebaran nonhematogen mencakup penyebaran infeksi dari daerah infeksi yang berdekatan ( otitis media, mastoiditis, sinusitis, osteomielitis vertebralis atau tulang kranialis) serta kerusakan anatomi (fraktur dasar tengkorak, pasca-prosedur bedah saraf, atau sinus dermal konginetal di sepanjang aksis kraniospinalis). Gambaran lazim setiap penyebab infeksi adalah masuknya bakteri patogen ke dalam ruang subaraknoid dan perbanyakan bakteri. (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 )

Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau terdapat kenaikan suhu yang ringan saja, jarang terjadi akut dengan panas yang tinggi. Sering dijumpai anak mudah terangsang atau menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu. Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala. Anoreksia, obstipasi, dan muntah juga sering dijumpai.

Stadium ini kemudian disusul dengan stadium transisi dengan kejang. Gejala di atas menjadi lebih berat dan gejala rangsangan meningeal mulai nyata, kuduk kaku, seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus. Sering tuberkel terdapat di koroid. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor.

Stadium terminal berupa kelumpuhan-kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernapasan menjadi tidak teratur, sering terjadi pernafasan `Cheyne-Stokes`.

Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali. Tiga stadium tersebut biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan lainnya, namun jika tidak diobati umumnya berlangsung 3 minggu sebelum anak meninggal. (Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2005)


F. KOMPLIKASI
a. Hidrosefalus obstruktif
b. Meningococcal septicemia (mengingocemia)
c. Sindrom Water Friderichsen (septic syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral)
d. SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic Hormone)
e. Efusi subdural
f. Kejang
g. Edema dan herniasi serebral
h. Cerebral Palsy
i. Gangguan mental
j. Gangguan belajar
k. Attention deficit disorder

G. MANIFESTASI KLINIS
Trias klasik gejala meningitis adalah demam, sakit kepala, dan kaku kuduk. Namun pada anak di bawah usia dua tahun, kaku kuduk atau tanda iritasi meningen lain mungkin tidak ditemui. Peruban tingkat kesadaran lazim terjadi dan ditemukan pada hingga 90% pasien. (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 )

Pada bukunya, Wong menjabarkan manifestasi dari meningitis berdasarkan golongan usia sebagai berikut:

Anak dan Remaja
a. Awitan biasanya tiba-tiba
b. Demam
c. Mengigil
d. Sakit kepala
e. Muntah
f. Perubahan pada sensorium
g. Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal )
h. Peka rangsang
i. Agitasi
j. Dapat terjadi:
Fotofobia
Delirium
Halusinasi
Perilaku agresif atau maniak
Mengantuk
Stupor
Koma
k. Kekakuan nukal
Dapat berlanjut menjadi opistotonus
l. Tanda Kernig dan Brudzinski positif
m. Hiperaktif tetapi respons refleks bervariasi
n. Tanda dan gejala bersifat khas untuk setiap organisme:
Ruam ptekial atau purpurik (infeksi meningokokal), terutama bila berhubungan dengan status seperti syok.
Keterlibatan sendi (infeksi meningokokal dan H. influenzae)
Drain telinga kronis (meningitis pneumokokal)

Bayi dan Anak Kecil
Gambaran klasik jarang terlihat pada anaka-anak antara usia 3 bulan dan 2 tahun
a. Muntah
b. Peka rangsangan yang nyata
c. Sering kejang (seringkali disertai dengan menangis nada tinggi)
d. Fontanel menonjol
e. Kaku kuduk dapat terjadi dapat juga tidak
f. Tanda Brudzinski dan Kernig bersifat tidak membantu dalam diagnosa
g. Sulit untuk dimunculkan dan dievaluasi dalam kelompok usia
h. Empihema subdural (infeksi Haemophilus influenza)
Neonatus: Tanda-tanda Spesifik
a. Secara khusus sulit untuk didiagnosa
b. Manifestasi tidak jelas dan tidak spesifik
c. Baik pada saat lahir tetapi mulai terlihatmenyedihkan dan berperilaku buruk dalam beberapa hari
d. Menolak untuk makan
e. Kemampuan menghisap buruk
f. Muntah atau diare
g. Tonus buruk
h. Kurang gerakan
i. Menangis buruk
j. Fontanel penuh, tegang, dan menonjol dapat terlihat pada akhir perjalanan penyakit
k. Leher biasanya lemas
Tanda-tanda Nonspesifik yang Mungkin Terjadi pada Neonatus
a. Hipotermia atau demam (tergantung pada maturitas bayi)
b. Ikterik
c. Peka rangsang
d. Mengantuk
e. Kejang
f. Ketidakteraturan pernapasan atau apnea
g. Sianosis
h. Penurunan berat badan
(Donna L. Wong. Pedoman Keperawatan Pediatrik,ed.4,2003 )

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSA
1. Punksi Lumbal : tekanan cairan meningkat, jumlah sel darah putih meningkat, glukosa menurun, protein meningkat.
Indikasi Punksi Lumbal:
a. Setiap pasien dengan kejang atau twitching baik yang diketahui dari anamnesis atau yang dilihat sendiri.
b. Adanya paresis atau paralysis. Dalam hal ini termasuk strabismus karena paresis N.VI.
c. Koma.
d. Ubun-ubun besar menonjol.
e. Kuduk kaku dengan kesadaran menurun.
f. Tuberkulosis miliaris dan spondilitis tuberculosis.
g. Leukemia.
2. Kultur swab hidung dan tenggorokan (Suriadi, dkk. Asuhan Keperawatan pada Anak, ed.2, 2006)
3. Darah: leukosit meningkat, CRP meningkat, U&E, glukosa, pemeriksaan factor pembekuan, golongan darah dan penyimpanan.
4. Mikroskopik, biakan dan sensitivitas: darah, tinja, usap tenggorok, urin, rapid antigen screen.
5. CT scan: jika curiga TIK meningkat hindari pengambilan sample dengan LP.
6. LP untuk CSS: merupakan kontra indikasi jika dicurigai tanda neurologist fokal atau TIK meningkat.
7. CSS pada meningitis bakteri: netrofil, protein meningkat (1-5g/L), glukosa menurun (kadar serum <50%) 8. CSS pada meningitis virus: limfosit (pada mulainya netrofil), protein normal/meningkat ringan, glukosa normal, PCR untuk diagnosis. 9. CSS: mikroskopik (pulasan Gram, misal, untuk basil tahan asam pada meningitis TB), biakan dan sensitivitas. I. PENATALAKSANAAN MEDIS Penatalaksanaan efektif untuk meningitis bergantung pada terapi suportif agresif yang dini dan pemilihan antimikroba empirik yang tepat untuk kemungkinan patogen. Tindakan suportif umum diindikasikan bagi setiap pasien yang menderita patologi intrakranium berat. Pasien dengan Meningitis purulenta pada umumnya dalam keadaan kesadaran yang menurun dan seringkali disertai muntah-muntah atau diare. Untuk menghindari kekurangan cairan/elektrolit, pasien perlu langsung dipasang cairan intavena. Jika terdapat gejala asidosis harus dilakukan koreksi. Pengelolaan cairan merupakan hal yang sangat penting pada pasien meningitis. Sindrom sekresi hormon antidiuretik yang tidak tepat (SIADH, syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion) terjadi pada sekitar 30% pasien meningitis, dan jika ditemukan, harus dilakukan pembatasan cairan. Meskipun demikian, sebuah studi klinis telah membuktikan pentingnya memelihara tekanan perfusi otak yang adekuat pada penyakit ini. Pembatasan cairan secara tidak tepat dapat menimbulkan deplesi volume, yang jika ekstrim, dapat menuju pada ketidakadekuatan volume sirkulasi. Sebaiknya cairan mula-mula dibatasi, sementara menunggu pemeriksaan elektrolit urin dan serum. Bila terdapat SIADH, pembatasan cairan sampai dua pertiga cairan pemeliharaan merupakan tindakan yang tepat, sampai kelebihan hormon antidiuretuk pulih; bila tidak terdapat SIADH, cairan harus diberikan dalam jumlah yang sesuai dengan derajat kekurangan cairan, dan elektrolit diawasi secara seksama. Terapi peningkatan tekanan intrakranium harus diarahkan pada pemeliharaan derajat tekanan perfusi otak yang adekuat, seperti pada kondisi lain yang dipersulit oleh hipertensi intrakranium. Cara yang ada bisa termasuk hiperventilasi, pengambilan CSS melalui kateter intraventrikel, atau mungkin pemakaian obat diuretikosmotik secara hati-hati. Pada kecurigaan meningitis, antibiotik intravena diberikan secara empiric sementara menunggu hasil biakan. Pemilihan antibiotik awal didasarkan pada kemungkinan pathogen menurut kelompok usia, pajanan yang diketahui, dan setiap faktor resiko yang tidak lazim bagi pasien. Prinsip terapi antimikroba meningitis mencakup pemilihan antibiotik yang bersifat bakterisid terhadap pathogen yang dicurigai dan yang mampu mencapai konsentrasi CSS setidaknya sepuluh konsentrasi bakterisid minimal untuk organisme tersebut, karena inilah konsentrasi yang dalam penelitian hewan telah terbukti berkolerasi dengan sterilisasi CSS paling efektif. (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 ) Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan diazepam 0,5 mg/kg BB/kali IV, dan dapat diulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian bila kejang belum berhenti. Ulangan pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis sama tetapi diberikan secara IM. Setelah kejang dapat diatasi, diberikan fenobarbital dosis awal untuk neonatus 30 mg; anak < 1 tahun 50 mg dan anak > 1 tahun 75 mg. Selanjutnya untuk pengobatan rumat diberikan fenobarbital dengan dosis 8-10 mg/kg BB/hr dibagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari (dimulai 4 jam setelah pemberian dosis awal). Hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hr dibagi dalam 2 dosis. Bila tidak tersedia diazepam, fenobarbital dapat langsung diberikan dengan dosis awal dan selanjutnya dosis rumat.

Penyebab utama meningitis purulenta pada bayi atau anak di Indonesia(Jakarta) ialah H. influenzae dan pneumoccocus sedangkan meningococcus jarang sekali,maka diberikan ampisilin IV sebanyak 400mg/kg BB/hr dibagi 6 dosis ditambah kloramfenikol 100mg/kg BB/hr iv dibagi dalam 4 dosis. Pada hari ke 10 pengobatan dilakukan pungsi lumbal ulangan dan bila ternyata menunjukkan hasil yang normal pengobatan tesebut dilanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum dan pengobatan dilanjutkan dengan obat dan cara yang sama seperti di atas dan diganti dngan obat yang sesuai dengan hasil biakan dan uji resistensi kuman.
Meningitis paru pada neunatus berbeda,karena biasa dan disebabkan oleh baksil colifom dan staphylococcus, maka pengobatan pada neonatus sebagai berikut:
Pilihan pertama: Sefalosporin 200mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 2 dosis, dikombinasi dengan amikasin dengan dosis awal 10 mg/kg BB/hr IV,dilanjutkan dengan dosis 15 mg/kg BB/hr atau dengan gentamisin 6 mg/kg BB/hr masing-masing dibagi dalam 2 dosis.
Pilihan kedua : Amphisilin 300-400 mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 6 dosis,dikombinasi dengan kloramfenikol 50 mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 4 dosis. Pada bayi kurang bulan dosis kloramfenikol tidak boleh melebihi 30 mg/kg Bb/hr (dapat terjadi grey baby).

Pilihan selanjutnya kotrimoksazol 10 mg TMP/kg BB/hr IV dibagi dalam 2 dosis selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis 6 mg TMP/kg BB/hr IV dibagi dalam 2 dosis. Lama pengobatan neonatus adalah 2 hr.
Sefalosporin dan kotrimaksozol tidak diberikan pada bayi yang berumur kurang 1 minggu.
Ulangan pungsi lumbal pada meningitis paru anak dilakukan pada hari ke 10 pengobatan sedang pada neunatus pada hari ke 21. (Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2005)

Terapi pilihan pada bayi yang telah mengalami meningitis bakterial dengan komplikasi hidrocephalus adalah dilakukan pembedahan dengan tujuan untuk pemasangan shunt guna mengalirkan cerebrospinal fluid yang tersumbat di dalam otak. Ada beberapa jenis shunt antara lain (VP) ventrikulo peritoneal shunt dan (VA) ventriculoatrial shunt.
Penatalaksanaan pada bayi dengan hidrocehalus adalah pemberian posisi head up dan pengawasan pemberian cairan yang adekuat.


J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Riwayat keperawatan: riwayat kelahiran, penyakit kronis, neoplasma riwayat pembedahan pada otak, cedera kepala
2. Pada Neonatus: kaji adanya perilaku menolak untuk makan, reflek menghisap kurang, muntah atau diare, tonus otot kurang, kurang gerak dan menangis lemah
3. Pada anak-anak dan remaja: kaji adanya demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, penurunan kesadaran, kaku kuduk, opistotonus, tanda Kernig dan Brudzinsky positif, refleks fisiologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus
4. Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun): kaji adanya demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda Kernig dan Brudzinsky positif

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
2. Resiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan infeksi pada selaput otak
3. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kejang,reflek meningkat
4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius

L. PERENCANAAN
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
a. Tujuan 1 :
Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak
b. Intervensi keperawatan/Rasional:
1) Biarkan anak mengambil posisi yang nyaman:
i) Gunakan posisi miring, bila ditoleransi, karena kaku kuduk
ii) Tinggikan sedikit kepala tempat tidur tanpa menggunakan bantal karena hal ini seringkali menjadi posisi yang paling tidak nyaman
2) Berikan analgesik sesuai ketentuan, terutama asetaminofen dengan kodein
c. Hasil yang diharapkan:
Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri atau tanda-tanda nyeri yang dialami anak minimum



2. Resiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan infeksi pada selaput otak.
a. Tujuan:
Tekanan intra karanial (TIK) tetap atau berkurang menuju normal
b. Intervensi keperawatan/rasional:
1. Kaji tanda vital, GCS (jika dapat dilakukan) dan tanda-tanda dari terjadinya penurunan kesadaran
2. Ciptakan dan pertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman
3. Beri posisi head up ± 3 cm
4. Ukur lingkar kepala setiap hari
5. Olaborasi dalam pemberian cairan adekuat
6. Berikan obat sesuai dengan program; antibiotic, antipiretik, dan antikonvulsan
7. Ikut sertakan keluarga dalam perawatan bayi secara aktif
c. Hasil yang diharapkan:
Tidak terjadi peningkatan tekanan intrakranial selama dalam masa perawatan, dengan kriteria; reaksi pupil terhadap cahaya (+), refleks normal, gerak dan tangis yang kuat, respirasi spontan, suhu dalam batas normal.

3. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kejang,reflek meningkat
a. Tujuan 1:
Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
b. Intervensi keperawatan/Rasional:
1) Bantu praktisi kesehatan mendapat kultur yang diperlukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab
2) Berikan antibiotic, sesuai resep, dan segera setelah diinstruksikan
3) Pertahankan rute intravena untuk pemberian obat
c. Hasil yang diharapkan:
Anak menunjukkan bukti-bukti penurunan gejala
d. Tujuan 2:
Pasien tidak menyebabkan infeksi ke orang lain
e. Intervensi keperawatan/ Rasional:
1) Implementasikan pengendalian infeksi yang tepat:
a) Tempatkan anak di ruang isolasi selama sedikitnya 24 jam setelah awal terapi antibiotik
b) Pantau tanda-tanda vital untuk tanda awal proses infeksi
c) Observasi adanya tanda-tanda infeksi khusus pada penyakit anak
2) Instruksikan orang lain (keluarga, anggota staf) tentang kewaspadaan yang tepat
3) Berikan vaksinasi yang tepat:
i) Berikan vaksin rutin sesuai usia (mis., vaksin untuk mencegah H. influenzae tipe B [Hib])
ii) Identifikasi kontak erat dan anak berisiko tinggi yang dapat memperoleh manfaat dari vaksinasi (mis., vaksinasi meningokokus)
f. Hasil yang diharapkan:
Orang lain tetp bebas dari infeksi
g. Tujuan 3 :
Pasien tidak mengalami komplikasi
h. Intervensi keperawatan/ Rasional:
1) Observasi dengan ketat adanya tanda-tanda komplikasi, terutama peningkatan TIK, syok, dan distres pernapasan, sehingga dapat dilakukan tindakan kedaruratan
2) Pertahankan hirasi optimal sesuai ketentuan
3) Pantau dan catat masukan dan keluaran untuk mengidentifikasi komplikasi seperti ancaman syok atau peningkatan akumulasi cairan yang berhubungan dengan edema serebral atau efusi subdural
4) Kurangi stimulus lingkungan, karena anak mungkin sensitif terhadap kebisingan, sinar terang, dan stimulus eksternal lainnya
5) Implementasikan kewaspadaan keamanan yang tepat karena anak sering gelisah dan kejang
6) Jelaskan pentingnya perawatan tindak lanjut pada orang tua karena sekuel neurologis, termasuk penurunan pendengaran mungkin tidak tampak selama penyakit akut
i. Hasil yang diharapkan:
Anak tidak mengalami komplikasi

4.Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius
a. Tujuan :
Pasien (keluarga) mendapatkan dukungan yang adekuat
b. Intervensi keperawatan/Rasional:
1) Dorong keluarga untuk mendiskusikan perasaan untuk meminimalkan rasa bersalah dan saling menyalahkan
2) Yakinkan keluarga bahwa awitan meningitis bersifat tiba-tiba dan bahwa mereka sudah bertindak dengan penuh tanggung jawab dengan mencari bantuan medis untuk meminimalkan rasa bersalah dan saling menyelahkan
3) Pertahankan agar keluarga tetap mendapat informasi tentang kondisi anak, kemajuan, prosedur, dan tindakan untuk mengurangi kecemasan
c. Hasil yang diharapkan:
Anak (keluarga) mendapatkan dukungan yang cukup

M. EVALUASI
Angka motalitas meningitis sangat bervariasi, tergantung pada usia pasien dan patogen penyebab. Pasien dengan meningitis meningokokus tanpa meningokoksemia berat mempunyai angka fatalitas sebesar hanya 20%, sedangkan neonatus dengan meningitis gram negative meninggal dalam 70 kasus. Angka kematian akibat H. influenzae dan S. pneumoniae masing-masing adalah sekitar 3% dan 6%.
Gejala sisa penyakit terjadi pada kira-kira 30% penderita yang bertahan hidup, tetapi juga terdapat predileksi usia serta petogen, dengan insidensi terbesar pada bayi yang sangat muda serta bayi yang terinfeksi bakteri gram negative dan S. pneumoniea.
Gejala sisa neurologi tersering adalah tuli, yang terjadi pada 3-25% pasien; kelumpuhan saraf kranial pada 2-7% pasien; dan cidera berat seperti hemiparesis atau cidera otaku mum pada 1-2% pasien. Lebih dari 50% pasien dengan gejala sisa neurologi pada saat pemulangan dari RS akan membaik seiring waktu, dan keberhasilan dalam implant koklea belum lama ini memberi harapan pada anak dengan kehilangan pendengaran.
Pencegahan meningitis saat ini terdiri atas dua bentuk: kemoprokfilaksis terhadap individu rentan yang diketahui terpajan pada pasien yang mengidap penyakit (pasien indek) serta imunisasi aktiv. Sekarang, kemoprokfilaksis diindikasikan untuk mencegah meningitis sekunder yang disebabkan oleh H. influenzae dan N. meningitides.
Imunisasi aktiv terhadap H. influenzae telah menghasilkan penguangan dramatis pada penyakit invasive, dengan pengurangan sebanyak 70-80% pada meningitis akibat organisme tersebut. Saat ini imunisasi dianjurkan untuk bayi sebagai rangkain imunisasi tiga dosis pada usia 2,4,6 bulan.
















BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:
a. Pia meter, merupakan lapisan yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang belakang dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan darah untuk struktur-struktur ini.
b. Arachnoid, merupakan selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura meter.
c. Dura meter, merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat.

Komponen intrakaranial terdiri dari: parenkim otak, sistem pembuluh darah, dan CSF. Apabila salah satu komponen terganggu, akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, yang akhirnya akan menurunkan fungsi neurologis.

Meningitis merupakan salah satu jenis infeksi yang menyeranga susunan saraf pusat, dimana angka kejadiannya masih tinggi di Indonesia. Pada banyak penyakit yang mempunyai mobiditas dan mortalitas yang tinggi, prognosis penyakit sangat ditentukan pada permulaan pengobatan. Beberapa bakteri penyebab meningitis ini tidak mudah menular seperti penyakit flu, pasien meningitis tidak menularkan penyakit melalui saluran pernapasan. Resiko terjadinya penularan sangat tinggi pada anggota keluarga serumah, penitipan anak, kontak langsung cairan ludah seperti berciuman. Perlu diketahui juga bahwa bayi dengan ibu yang menderita TBC sangat rentan terhadap penyakit ini.

Meningitis adalah infeksi pada cairan otak dan selaput otak (meningen) yang melindungi otak dan medulla spinalis. Meningitis bacterial merupakan penyakit yang sangat serius dan fatal.

Diagnose keperawatan yang muncul tergantung dengan kondisi saat pengkajian, tapi yang utama adalah Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi; resiko terjadi peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan Infeksi pada selaput otak; resiko cedera berhubungan dengan kejang, reflek meningkat; perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius.


B. SARAN
Mengerti dan memahami gejala meningitis sangat penting untuk menegakkan diagnosis sedini mungkin. Diagnosis dan pengobatan dini mencegah terjadinya komplikasi yang bersifat fatal. Mengetahui penyebab meningitis sangat penting untuk menentukan jenis pengobatan yang diberikan. Vaksin untuk mencegah terjadinya meningitis bakterial telah tersedia, dan sangat dianjurkan untuk diberikan jika berada atau akan berkunjung ke daerah epidemik.

























DAFTAR PUSTAKA

1. Alpers,Ann.2006.Buku Ajar Pediatri Rudolph. Ed.20.Jakarta:EGC.
2. Http://www.anneahira.com
3. Brough,Hellen,et al.2007.Rujukan Cepat Pediatri dan Kesehatan Anak.Jakarta:EGC.
4. Ngastiyah.2005.Perawatan Anak Sakit.Ed.2.Jakarta:EGC
5. Suriadi, Rita Yuliani.2006.Asuhan keperawatan pada Anak Ed.2.Jakarta:Percetakan Penebar Swadaya